Rabu, 12 November 2014








semester 1 tahun pelajaran 2014-2015 di pascasarjana pendidikan bahasa inggris unisma

Jumat, 08 Maret 2013

Pancasila Dipelukan Rindu






Wajar dan sudah sewajarnya, sebagai warga negara Republik Indonesia, bila saya rindu generasi Pancasila. Suatu generasi yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila sebagai pola pikir (think concept) dan pola sikapnya (action concept) dalam kehidupan sehari-hari. Bila mereka adalah pemimpin atau pejabat, maka mereka pemimpin/pejabat berkarakter Pancasila. Bila menjadi rakyat, mereka pun berkarakter rakyat Pancasila. Sungguh, saya benar-benar ingin menjadi bagian dalam generasi ini. Mengapa?
Dalih saya sederhana, sesuai dengan materi Pendidikan Kewarganegaraan yang pernah saya terima dibangku sekolah. Alasan pertama, karena Pancasila telah disepakati the founding fathers negara ini bahwa Pancasila adalah pandangan hidup (way of life) bangsa. Secara pribadi, saya yakin the founding fathers saat itu adalah manusia-manusia terbaik negeri ini. Perjuangan mereka saat itu jauh dari upaya hanya sekedar urusan sepele, seperti memperebutkan kekuasaan atau kursi jabatan antar sesama warga NKRI. Ketulusan hati, semangat perjuangan dan ikhlasnya pengorbanan mereka lebih fokus untuk kemerdekaan negara ini dari penjajahan.
Alasan kedua, karena Pancasila adalah dasar negara sebagai prasyarat sebagai negara merdeka. Alasan terakhir, karena Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum dalam tata perundang-undangan dan derivat (turunan) produk-produk hukum dibawahnya. Oleh karena itu, sebagai warga negara yang baik, tentu hubungan pribadi dan sosial dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara haruslah senantiasa berlandaskan Pancasila. Dengan alasan ini, saya benar-benar rindu generasi Pancasila.
Akan tetapi, sepertinya tidak banyak yang merasakan kerinduan ini? Yang merasakan saja tidak banyak, apalagi yang menikmati, hanya segelintir orang. Saya bisa membuktikannya. Contohnya: ketika ngobrol-ngobrol ringan tentang fakta-fakta dan gosip-gosip dunia pendidikan, politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain baik di kantor ataupun di kantin, sangat jarang sekali yang mengkaitkan antara fakta/gosip yang terjadi dengan nilai-nilai Pancasila. Begitu juga, berbagai macam tulisan, ulasan, opini dan laporan dari ratusan wartawan, jurnalis, tokoh Parpol/Ormas, pejabat pemerintah, wakil rakyat anggota DPR/DPRD,  dan pemerhati/pengamat berbagai macam problematika yang setiap detik muncul di media cetak (koran/majalah), elektronik (televisi/radio), jejaring sosial (facebook/twitter) justru juga jarang sekali mengulas peran penting Pancasila sebagai pokok pembahasan permasalahan.
Seakan-akan nilai-nilai Pancasila tidak terlalu penting untuk dijadikan rujukan, padahal Pancasila adalah dasar negara, pandangan hidup bangsa dan sumber dari segala sumber hukum. Sepertinya nilai-nilai Pancasila cukuplah menjadi jawaban atas pertanyaan yang muncul di lembaran soal/ujian-ujian anak sekolah maupun tes PNS dan sumpah jabatan. Bukan sebagai jawaban utama atas problematika mendasar permasalahan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Apakah Anda pernah menemukan orang yang berpendapat bahwa maraknya terjadi kasus narkoba adalah karena penggunanya tidak berjiwa Pancasila? Apakah Anda pernah tahu terkuaknya kasus-kasus korupsi pejabat negara maupun pejabat parpol adalah dikarenakan mereka tidak benar-benar paham isi dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila? Susah rasanya mendapatkan informasi dan argumentasi yang kuat dan logis dari beberapa ahli, orang-orang yang pintar/hebat, yang menyandarkan sekaligus menyadarkan masyarakat bahwa akar dari segala permasalahan yang  terjadi di negeri ini dikarenakan kita sering melupakan Pancasila. Bahkan calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Djafar Albram ketika menjalani fit and proper test di Komisi III DPR tak disangka lupa isi Pancasila. Albram salah mengucapkan sila kedua dan keempat Pancasila. “Dua, perikemanusiaan yang adil dan beradab. Empat, kemanusiaan yang dipimpin oleh hikmat permusyawaratan dan keadilan,” ujarnya. (Jawa Pos, Selasa 5 Maret 2013)
Benar kata peribahasa sederhana, “Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta dan tak cinta maka tak rindu.” Bagaimana bisa dikenal bila peran penting Pancasila tidak disayang (baca: dibicarakan dan menjadi ‘buah bibir’) selalu. Bagaimana bisa selalu disayang dan dicinta bila dalam berargumentasi dan berdalil, Pancasila tidak menjadi referensi atau bahan rujukan utama. Lalu bagaimana bisa dirindu hadirnya nilai-nilai Pancasila ditengah-tengah masyarakat, bila tidak dipraktekkan secara total.
‘Melahirkan’ generasi Pancasila mudah diucapkan, akan tetapi sangat mudah untuk dipraktekkan. Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, kita tidak akan pernah rindu Pancasila jika sangat jarang sekali menjadikannya sebagai referensi dan solusi. Warga negara ini tidak akan pernah memiliki rasa sayang terhadap ideologinya ini, bila pemimpin-pemimpinya menyampaikan Pancasila hanya untuk urusan formal. Sedangkan untuk urusan non-formal, nilai-nilai Pancasila dikesampingkan.
Generasi muda-mudi bangsa ini juga tidak akan mengenal dan familiar, apalagi merasa memiliki (sense of belonging), jika informasi dan argumentasi yang senantiasa mereka dengar, lihat dan baca tidak sedikitpun menyinggung peran penting Pancasila di dalamnya. Mereka hanya tahu teori ideologi Pancasila dan penjelasan-penjelasannya, hanya di buku-buku pelajaran. Oleh karenanya, rumus 3M yang dipopulerkan Aa Gym, layak untuk kita gunakan demi Pancasila yang dirindukan. 3M itu adalah Mulailah dari diri sendiri, Mulailah dari yang kecil dan Mulailah dari saat ini. Mari kita jadikan Pancasila sebagai bahan dan referensi/rujukan diskusi, obrolan sana-sini, argumentasi dan dalil yang kuat dan berisi dari segala permasalahan yang menimpa negeri tercinta ini. Kalau tidak, tentu akan sangat lama kerinduan ini akan terobati.

Minggu, 10 Juni 2012

YA ALLAH..SEGERA KELUARKAN AKU DARI KE-NIKMAT-AN INI



Mungkin, aku adalah salah satu manusia yang paling benci dengan ke’nikmat’an. Ke’nikmat’an yang telah kurasakan dari dulu hingga ini. Sekarang, aku sudah sangat ingin lari sekencang-kencangnya. Meninggalkan semua ‘nikmat’ yang sudah terlanjur melekat erat. Aku sudah benar-benar bosan. Bosan dengan ke’nyaman’an yang telah kurasakan. Semuanya seakan meresap semakin dalam dan mengalir tanpa henti. Aku sudah tak kuat lagi menahannya. Aku memang orang yang lemah iman, selemah benang basah. Imanku sudah setipis bulu anak ayam.
Adakah dari anda sekalian berbaik hati mau menggantikanku? Adakah dari teman-teman seperjuangan yang ingin merasakan ke’nikmat’an yang sekian lama kualami ini? Adakah dari kaum se-profesi yang mau tukar tempat denganku? Ya Allah...segera keluarkan aku dari ke’nikmat’an ini. Ke’nikmat’an yang telah Kau berikan setiap hari yang tanpa balas dan tanpa batas. Gerakkan hati hamba-hamba-Mu yang saat ini membaca curhat ku ini, untuk menolongku. Menolong melepaskan segala ke’nikmat’an yang membuatku senantiasa berbuat zalim. Yah..semakin lama semakin banyak ke-zaliman yang kulakukan dengan sengaja. Semakin hari semakin tinggi tumpukan kesalahan-kesalahan ini. Benar apa yang Engkau tuliskan dalam Kitab-Mu yang suci, bahwa sesungguhnya manusia itu amatlah bodoh dan amat zalim (QS. Al Ahzab: 71). Aku tak mau mengalami dan berperan dalam sinetron kehidupan dengan judul, “Nikmat Membawa Sengsara.”

Ke’nikmat’an yang Kubenci
Ya Allah..bukannya aku ingin menjadi hamba-Mu yang kufur nikmat. Meski aku ini manusia yang amat bodoh dan amat zalim, aku masih merindukan kenikmatan-kenikmatan-MU yang lain. Bukan pula aku berharap-harap azab-Mu yang pedih. Bukan, sekali lagi bukan. Jelas, aku takkan mampu menahan azab-Mu meski hanya menginjak kerikil panas di kakiku.
Ya Allah..Ke’nikmat’an yang sangat kubenci, pertama, karena saat ini aku kerja tanpa aturan. Memang telah ada aturan yang ‘super’ lengkap, bahkan harus dengan Peraturan Pemerintah untuk menguatkannya. Tapi harus kuakui, aku lah pegawai yang irregular (tak punya aturan). Aturan bagiku cukup dibacakan dan disosialisasikan di awal tahun pelajaran. Setelah itu, mau diterapkan atau tidak, ya terserah keimanan masing-masing. Begitulah ‘lagu’ lama, kata seorang kawan.
Ya Allah..Ke’nyaman’an yang membuatku benar-benar bosan, kedua, karena sekarang aku kerja tanpa reward dan punishment. Kadang aku berprestasi/kreatif, tapi tak ada reward. Meski kutahu, reward-Mu harus tetap nomor satu. Tapi aku kan juga berharap reward-reward  setelah reward-Mu. Yah..karena aku sendiri masih manusia, bukan hewan apalagi malaikat. Di balik sisi baikku, pasti ada sisi jelekku. Sering aku melanggar aturan lembaga, kerja bermalas-malasan, datang telat-telat pulang cepat-cepat, tak kreatif tapi aktif provokatif, dan masih banyak yang lainnya. Lebih bejibun dari pada prestasinya. Tapi tak ada punishment yang menyentuh baju dan sepatuku sedikitpun. Puluhan, bahkan ratusan ‘kemaksiatan’ kerja yang telah kulakukan, tak satupun hukuman kuterima. Enak ya???
Ya Allah..Ke’enak’an yang membuatku ingin segera pergi, ketiga, karena hingga detik ini, aku kerja bisa se’enak’ udelku. Mau kerja tanpa perangkat kerja, bisa kok. Mau memberi nilai tanpa ujian, bisa kok. Mau keluar masuk dari tempat kerja, kapanpun-kemanapun-untuk apapun, bisa kok. Mau pake seragam kerja atau seragam batik atau seragam kasual, mulai ujung rambut hingga ujung kaki, bisa kok.
Mungkin bagi anda sekalian, aku orang yang aneh. Dapat ke’nikmat’an kok malah benci. Diberi ke’nyaman’an kok malah mau pergi. Yah..begitulah diriku. Aku tak mau terus menerus jadi manusia zalim. Aku sudah bosan jadi pegawai tanpa aturan. Aku benci jadi pegawai tanpa prestasi. Paling tidak aku termotivasi, dari apa yang telah ku on air-kan sendiri tadi pagi di Radio Ramapati. Bahkan judul yang kusampaikan tadi adalah “Nikmatnya Zalim”.
Shahabat, kawan, teman, saudaraku semua..bantulah aku. Do’akan aku. Aku benar-benar ini pergi. Andai anda yang baca tulisan ini, punya tempat yang lebih menawarkan ‘kesengsaraan’ kerja daripada ke’nikmat’an ini, tukar ya. Segera ya..karena aku benar-benar tidak ingin menjadi manusia ter-zalim di dunia. /pasuruan, 9 juni 2012/



Rabu, 06 Juni 2012

AKU (SANGAT) MALU DENGAN KORPRI



AKU (SANGAT) MALU DENGAN KORPRI


Apa itu KORPRI
KORPRI itu Korps Pegawai Republik Indonesia. Dalam Anggaran Dasarnya, KORPRI itu sebuah wadah untuk menghimpun seluruh Pegawai Republik Indonesia.  Dengan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 dibentuklah KORPRI pada tanggal 29 Nopernber 1971 dengan latar belakang pemikiran, bahwa dengan pegawai yang terkotak-kotak dalam berbagai kelompok idiologi tidak mungkin tugas menjalankan pemerintahan dan pembangunan yang diamanatkan Negara dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Karena sebelum Korpri terbentuk, pegawai yang bekerja dalam dinas-dinas pemerintahan adalah anggota dari perserikatan-perserikatan pegawai yang sangat banyak jumlahnya. Perserikatan pegawai tersebut pada umumnya berinduk kepada kekuatan (partai) politik yang ada, misalnya Kesatuan Buruh Marhaenis (KBM) yang berinduk pada Partai Nasionalis Indonesia, Serikat Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia (SOKSI) yang berinduk pada Partai Sosialis Indonesia, Serikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI) yang berinduk pada Partai Nahdlatul Ulama, Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) yang berinduk pada SOBSI/PKI, dan sebagainya.

today's idiom



Today's idiom: "Now you've lost your job, at least you'll have more time for the kids. Every cloud has a silver lining." Do you know what the last sentence means? Do you agree? [KGI]
Idiom hari ini: "sekarang Anda telah kehilangan pekerjaan Anda, setidaknya Anda akan memiliki lebih banyak waktu untuk anak-anak. Setiap awan memiliki lapisan perak." Apakah Anda tahu apa artinya kalimat terakhir? Apakah Anda setuju? (Diterjemahkan oleh Bing)

Jumat, 01 Juni 2012

Ternyata.. Aku Seorang Koruptor




Korupsi dalam Beberapa Pengertian
Korupsi berasal dari bahasa latin; corruptio. Turunan dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Sedangkan secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan illegal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.[1]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
Menurut M. Syamsa Ardisasmita, Deputi Bidang Informasi & Data KPK, definisi korupsi tercakup oleh 13 Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ada 30 bentuk/jenis korupsi yang dijabarkan di sana. Baik menyangkut perbuatan yang menyebabkan kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan harta dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan barang, dan gratifikasi. Pengertian atau Definisi Korupsi (UU no.31 th.1999 jo UU no.20 th.2001) dalam pasal 2 dinyatakan bahwa Korupsi adalah: (1.) perbuatan melawan hukum (2.) dengan maksud memperkaya diri sendiri atau orang lain (3.) ‘dapat’ merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Recent Comments

Introduction

Recent Posts

Pages