Jumat, 08 Maret 2013

Pancasila Dipelukan Rindu






Wajar dan sudah sewajarnya, sebagai warga negara Republik Indonesia, bila saya rindu generasi Pancasila. Suatu generasi yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila sebagai pola pikir (think concept) dan pola sikapnya (action concept) dalam kehidupan sehari-hari. Bila mereka adalah pemimpin atau pejabat, maka mereka pemimpin/pejabat berkarakter Pancasila. Bila menjadi rakyat, mereka pun berkarakter rakyat Pancasila. Sungguh, saya benar-benar ingin menjadi bagian dalam generasi ini. Mengapa?
Dalih saya sederhana, sesuai dengan materi Pendidikan Kewarganegaraan yang pernah saya terima dibangku sekolah. Alasan pertama, karena Pancasila telah disepakati the founding fathers negara ini bahwa Pancasila adalah pandangan hidup (way of life) bangsa. Secara pribadi, saya yakin the founding fathers saat itu adalah manusia-manusia terbaik negeri ini. Perjuangan mereka saat itu jauh dari upaya hanya sekedar urusan sepele, seperti memperebutkan kekuasaan atau kursi jabatan antar sesama warga NKRI. Ketulusan hati, semangat perjuangan dan ikhlasnya pengorbanan mereka lebih fokus untuk kemerdekaan negara ini dari penjajahan.
Alasan kedua, karena Pancasila adalah dasar negara sebagai prasyarat sebagai negara merdeka. Alasan terakhir, karena Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum dalam tata perundang-undangan dan derivat (turunan) produk-produk hukum dibawahnya. Oleh karena itu, sebagai warga negara yang baik, tentu hubungan pribadi dan sosial dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara haruslah senantiasa berlandaskan Pancasila. Dengan alasan ini, saya benar-benar rindu generasi Pancasila.
Akan tetapi, sepertinya tidak banyak yang merasakan kerinduan ini? Yang merasakan saja tidak banyak, apalagi yang menikmati, hanya segelintir orang. Saya bisa membuktikannya. Contohnya: ketika ngobrol-ngobrol ringan tentang fakta-fakta dan gosip-gosip dunia pendidikan, politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain baik di kantor ataupun di kantin, sangat jarang sekali yang mengkaitkan antara fakta/gosip yang terjadi dengan nilai-nilai Pancasila. Begitu juga, berbagai macam tulisan, ulasan, opini dan laporan dari ratusan wartawan, jurnalis, tokoh Parpol/Ormas, pejabat pemerintah, wakil rakyat anggota DPR/DPRD,  dan pemerhati/pengamat berbagai macam problematika yang setiap detik muncul di media cetak (koran/majalah), elektronik (televisi/radio), jejaring sosial (facebook/twitter) justru juga jarang sekali mengulas peran penting Pancasila sebagai pokok pembahasan permasalahan.
Seakan-akan nilai-nilai Pancasila tidak terlalu penting untuk dijadikan rujukan, padahal Pancasila adalah dasar negara, pandangan hidup bangsa dan sumber dari segala sumber hukum. Sepertinya nilai-nilai Pancasila cukuplah menjadi jawaban atas pertanyaan yang muncul di lembaran soal/ujian-ujian anak sekolah maupun tes PNS dan sumpah jabatan. Bukan sebagai jawaban utama atas problematika mendasar permasalahan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Apakah Anda pernah menemukan orang yang berpendapat bahwa maraknya terjadi kasus narkoba adalah karena penggunanya tidak berjiwa Pancasila? Apakah Anda pernah tahu terkuaknya kasus-kasus korupsi pejabat negara maupun pejabat parpol adalah dikarenakan mereka tidak benar-benar paham isi dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila? Susah rasanya mendapatkan informasi dan argumentasi yang kuat dan logis dari beberapa ahli, orang-orang yang pintar/hebat, yang menyandarkan sekaligus menyadarkan masyarakat bahwa akar dari segala permasalahan yang  terjadi di negeri ini dikarenakan kita sering melupakan Pancasila. Bahkan calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Djafar Albram ketika menjalani fit and proper test di Komisi III DPR tak disangka lupa isi Pancasila. Albram salah mengucapkan sila kedua dan keempat Pancasila. “Dua, perikemanusiaan yang adil dan beradab. Empat, kemanusiaan yang dipimpin oleh hikmat permusyawaratan dan keadilan,” ujarnya. (Jawa Pos, Selasa 5 Maret 2013)
Benar kata peribahasa sederhana, “Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta dan tak cinta maka tak rindu.” Bagaimana bisa dikenal bila peran penting Pancasila tidak disayang (baca: dibicarakan dan menjadi ‘buah bibir’) selalu. Bagaimana bisa selalu disayang dan dicinta bila dalam berargumentasi dan berdalil, Pancasila tidak menjadi referensi atau bahan rujukan utama. Lalu bagaimana bisa dirindu hadirnya nilai-nilai Pancasila ditengah-tengah masyarakat, bila tidak dipraktekkan secara total.
‘Melahirkan’ generasi Pancasila mudah diucapkan, akan tetapi sangat mudah untuk dipraktekkan. Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, kita tidak akan pernah rindu Pancasila jika sangat jarang sekali menjadikannya sebagai referensi dan solusi. Warga negara ini tidak akan pernah memiliki rasa sayang terhadap ideologinya ini, bila pemimpin-pemimpinya menyampaikan Pancasila hanya untuk urusan formal. Sedangkan untuk urusan non-formal, nilai-nilai Pancasila dikesampingkan.
Generasi muda-mudi bangsa ini juga tidak akan mengenal dan familiar, apalagi merasa memiliki (sense of belonging), jika informasi dan argumentasi yang senantiasa mereka dengar, lihat dan baca tidak sedikitpun menyinggung peran penting Pancasila di dalamnya. Mereka hanya tahu teori ideologi Pancasila dan penjelasan-penjelasannya, hanya di buku-buku pelajaran. Oleh karenanya, rumus 3M yang dipopulerkan Aa Gym, layak untuk kita gunakan demi Pancasila yang dirindukan. 3M itu adalah Mulailah dari diri sendiri, Mulailah dari yang kecil dan Mulailah dari saat ini. Mari kita jadikan Pancasila sebagai bahan dan referensi/rujukan diskusi, obrolan sana-sini, argumentasi dan dalil yang kuat dan berisi dari segala permasalahan yang menimpa negeri tercinta ini. Kalau tidak, tentu akan sangat lama kerinduan ini akan terobati.

Recent Comments

Introduction

Recent Posts

Pages