BENCANA MEMBAWA BERKAH*
***iklan cerita***
BENCANA
MEMBAWA BERKAH; judul saya dari edisi on air “life inspiration” yang ke 61.
Tepatnya ketika saya sampaikan pada hari Selasa, 14 Juni 2011. Seperti
biasanya, saya inspirasikannya setiap jam 5-6 di radio Ramapati 93,0 fm Pemkot
Pasuruan. Semoga tulisan ini gak ‘basi’ untuk di baca. Yang penting, saya tetap
berusaha sekuat tenaga me’nyata’kan kembali ucapan-ucapan saya
yang telah ‘diterbangkan’ angin kesana kemari. Semoga…mohon doanya ya dear..!!!
***kembali ke tema***
Ngomongin soal
bencana jadi merinding ya dengerinnya. Yakin dech…karena contentnya
pasti cerita yang susah-susah, sedih, merana, tangis menangis, kehilangan,
hopeless, mellow (termasuk gak ya..?) ahh…pokoknya bikin ‘hancur’ para
korbannya dan empati sepenuh hati bagi yang melihatnya. Lha..apalagi,
akhir-akhir ini, yang namanya bencana atau musibah kerap sekali menimpa kita
atau atau siapa saja. Seakan-akan bencana adalah teman akrab, karena
sewaktu-waktu dia datang dan pergi ‘semaunya’ sendiri.
Tentunya,
setelah dia datang, ada kesan dan pesan khusus serta pasti banyak banget yang
akan dia ‘tinggalkan’. Mulai dari hilangnya hak milik pribadi hingga hilangnya
‘harga diri’. (kayak apa ya contoh kehilangan ‘harga diri’??). Mungkin…kayak
yang rela mengganti imannya dengan sebungkus mie rebus kali ya…hehehe.
Berbagai macam
‘tafsir’ atau analisa kemudian bertubi-tubi turut ‘mewarnai’ keadaan setelah
terjadinya suatu bencana. Ada yang memberi ‘warna cerah’, namun ada yang
sebaliknya, ‘warna suram’. Ada ‘tafsir’ yang logis atau ilmiah ada ‘tafsir’
yang berbau mistik atau magis (sekalian tragis ya…). Para ahli
‘tafsir’nya pun beragam orangnya, mulai dari orang yang memang punya keahlian
khusus bidang bencana alam (seperti: professor, akademisi, praktisi, dan lain-lain),
rohaniawan (ustadz, kyai, pendeta, biksu, dan lain-lain), politisi (yang
warna merah, kuning, hijau, biru, dan lain-lain) hingga orang awam (yang
ngeh..maupun yang belum ngehh..).
Seakan-akan
dan serasa benar-benar berlomba-lomba untuk bersimpati, berempati, menggali dan
mengambil hikmah serta pelajaran atas bencana yang melanda. Kok seakan-akan
sih..?? (boleh kan penulis bilang gitu…karena memang gak sedikit lho yang
lagaknya membantu, padahal enggak. Dengan kasat mata justru terlihat
‘menari-nari’ di atas penderitaan saudara-saudaranya yang terkena musibah saat
itu.
Butuh clue-nya
ya???…tuh saudara-saudara kita yang terkena lumpur Lapindo sampe sekarang
gak tuntas tas tas, padahal sang pemilik Lapindo beberapa bulan yang lalu mampu
menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya dengan uang miliaran rupiah.
Ehh..untuk menuntaskan ganti rugi malah gak ‘kelakon-kelakon’. Memangnya korban
yang belum tuntas pembayaran ganti ruginya itu bukan manusia ya?? Ahh..dasarL). Meski begitu masih ada kok..yang benar-benar tulus
membantu.
Flash back yukkk…bentar
aja..
Allah Swt
dengan sangat indahnya menggambarkan berbagai macam bencana yang terjadi pada
manusia-manusia terdahulu. Kisah itu baik tercantum dalam Al Qur’an maupun
Kitab-kitab samawi yang lain. Bukan tanpa alasan pastinya, Allah Swt
mentakdirkannya. Peristiwa demi peristiwa dahsyat yang digambarkan tekstual
dalam Al Qur’an beberapa abad tahun yang lalu, akhirnya menemukan kebenaran
kontekstualnya.
Ya..ternyata
Al Qur’an secara tidak langsung ‘menyuruh’ bahkan ‘menantang’ para
arkeolog-arkeolog di dunia ini untuk membuktikannya. Dan satu persatu,
sisa-sisa peninggalan bencana-bencana dahsyat itu telah ditemukan melalui
berbagai macam penelitian.
Mau bukti??
Pertama; terjadinya badai angin pasir maha dahsyat
yang dikirimkan oleh Allah Swt kepada kaumnya Nabi Hud, yaitu kaum ‘Ad. Kaum
yang tidak mau mengesakan Allah Swt, meski Nabi Hud telah berusaha
mengingatkan.
Akhirnya,
badai tersebut dengan leluasanya berlangsung selama tujuh malam delapan hari
menghancurkan kaum ini. Walhasil kaum inipun tertimbun pasir berton-ton dengan
ketebalan beberapa meter. Salah satu majalah di negara Perancis menurunkan
hasil penemuan penelitian arkeologis bahwa “kaum ‘Ad dikubur di bawah pasir
setebal 12 meter yang diakibatkan oleh badai.”
Badai ini
kemudian dengan amat indah, Allah mengabadikannya dalam Al Qur’an, dengan kata
“ahqaf” yang artinya bukit-bukit pasir.
Kedua; bencana yang menimpa
umatnya Nabi Shalih, yaitu kaum Tsamud. Menurut Al Qur’an, bencana itu berupa
suara gemuruh yang amat sangat keras. Motif ditimpakan bencana inipun sama
dengan yang dialami oleh kaum ‘Ad, yakni mereka mendustakan ajaran yang dibawa
oleh Nabi Shalih.
Jika melihat
foto-foto hasil penemuan arkeolog tantang kaum Tsamud ini, subhanallah,
ternyata tengkorak tubuh mereka menunjukkan bahwa Allah menciptakan mereka
dengan postur tubuh raksasa. Kira-kira seukuran seratus kali ukuran manusia
biasa seperti kita saat ini. Namun merekapun tak berdaya dengan bencana.
Ketiga
dan seterusnya, bisa anda baca dan simak dalam Al Qur’an atau beli saja
visualisasinya di VCD Bangsa-bangsa Yang Musnah, karya Harun Yahya.
Penulis
membaca sebuah artikel yang menjelaskan bahwa ternyata kaum-kaum yang mendapat ‘kehormatan’
dihancurkan oleh Allah Swt dan kemudian ‘terukir’ namanya di dalam Al
Qur’an, ternyata bukanlah kaum sembarangan. Bukan kaum biasa, bukan kaum
rata-rata, tetapi mereka adalah kaum-kaum yang luar biasa, di atas rata-rata (pinjem
istilah fansdh). Peradaban mereka sangat maju, ilmu pengetahuan mereka
sangat pesat, militer mereka kuat, ketrampilan hidup mereka gak diragukan lagi,
perekonomian mantap, dan berbagai keunggulan-keunggulan lainnya.
Namun..di saat
keunggulan dan keistimewaan yang luar biasa telah mereka miliki inilah, Allah
kemudian menguji mereka dengan keimanan. Di saat masa-masa kejayaan dan
keemasan inilah, Allah ingin tahu seberapa percaya kah mereka terhadap
ke-Esa-an Allah Swt yang dibawa oleh Rasul-Nya.
Dan ternyata,
kita semua tahu perbuatan, perkataan dan perlakuan mereka atas ujian itu. Merek
mendustakan-Nya. Ya..subhanallah, inilah cara Allah Swt memberikan pelajaran
kepada kita semua tentang bencana yang menimpa umat-umat sebelum kita.
Jangan-jangan
nih…negeri yang kita tinggali ini serupa dengan negeri-negeri umat-umat yang
telah dibinasakan. Jangan-jangan nih…manusia-manusia yang
berjalan-berlari-menginjak-injak bumi ini tidak lulus melewati ujian yang Allah
berikan. Ahh…sepertinya kita memang belum lulus. Belum lho ya…
Akan tetapi..
Allah Swt masih sangat sayang kepada kita…meski bencana demi bencana sering
mendera penduduk negeri ini. Mulai dari tsunami Aceh, Gempa Jogja, Banjir
Wasior, Tsunami Mentawi, Banjir Jakarta, Siitugintung ambrol, dan banyak lagi
yang lainnya. Seperti mata rantai yang gak terputus-putus dari Sabang sampai
Merauke. Ternyata negeri ini belum juga binasa sa sa sa..seperti negeri kaum
‘Ad, kaum Tsamud, Kaum Saba’, dan sebagainya.
Cukup…cukuplah bencana yang datang itu menjadi peringatan
yang nyata. Cukuplah bagi kita yang belum diuji maupun yang telah diuji dengan
bencana, menjadi berkah tersendiri sebagai jalan untuk kembali.
Ya..kembali berpaling (baca: bertaubat) kepada-Nya, kembali
kepada aturan-aturan-Nya, kembali bersyukur dan berserah diri hanya pada-Nya.
Semoga…dan inilah maksud penulis bahwa bencana itu membawa berkah.
*Pasuruan, 30 Juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar