Uni
Soviet, dulu sebelum hancur berkeping-keping, telah menjadi negara adidaya. Dia
bangkit selama kurun waktu puluhan tahun dengan mengemban ideologi
Sosialis-Komunis (representasi kaum tak ber-Tuhan sama sekali). Dia menjajah
negara-negara kecil di dunia ini dengan penjajahan yang tak beradab. Lantas Amerika
Serikat berhasil mengalahkannya. Amerika, sekarang, menjadi negara adidaya
pula. Tak lupa pula, dia pun menjajah negara-negara kecil dengan tak kalah biadabnya.
Dia bangkit selama puluhan tahun pula dengan mengemban ideologi
Kapitalis-Liberalis (representasi kaum ber-Tuhan namun sekuler). Negara
Ke-Khilafah-an Islam, dulu pun, telah
menjadi negara adidaya. Dia pun tak lupa melebarluaskan wilayahnya, tapi bukan
dengan penjajahan tak manusiawi, melainkan dengan jihad dan dakwah. Dia
menaklukkan negara lain bukan untuk mengekploitasi kekayaan negaranya, tapi
untuk mensejahterakan rakyatnya dan tentu mengajak mereka hanya menghamba
kepada Allah Swt, Tuhan yang seharusnya disembah. Dia pun bangkit selama
ratusan tahun –bukan puluhan tahun-, menurut sejarah lebih dari 350 tahun,
dengan mengemban ideologi Islam (representasi kaum ber-Tuhan di segala aspek
kehidupan).
Negara
kita, Indonesia, dengan mengemban ideologi Pancasila, kapan bangkitnya?
Jawabnya tentu belum (jawaban ini lebih optimis daripada bilang tidak tahu).
Apa hubungan paragraf pertama dengan pertanyaan kapan bangkitnya? Jawabannya
adalah bila negara ini ingin tidak sekedar bangkit, tapi juga menjadi negara adidaya
maka ideologi Pancasila harus ikut pada salah satu ideologi yang telah ada
sebelum Pancasila itu sendiri ada. Mau ikut dibelakang ideologi
Sosialis-Komunis atau Kapitalis-Liberalis atau Islam rahmatan lil ‘alamin. Dulu, Presiden Soekarno, telah berhasil
menunjukkan existensi negara ini di
kancah dunia. Negara ini pernah disegani dikawasan Asia. Namun tentu kita ingat,
itu semua karena Presiden Soekarno telah memilih berada dibelakang ideologi
Sosialis-Komunis, dengan konsep NASAKOMnya. Itulah Orde Lama. Bagaimana dengan
Orde Baru? Presiden Soeharto pun tak kalah cerdas. Beliau lebih memilih berada
dibalik Amerika, karena mem`ng saat itu lebih kuat daripada Uni Soviet. Tak
ayal ideologinya, konsep-konsep ekonomi-politik-hankam, dan sebagian alat-alat
kelengkapan pemerintahan dan juga pejabat-pejabatnya berkiblat ke Amerika
Serikat. Berada dibelakang negara adidaya tersebut, membuat Beliau mampu
bertahan di istana negara selama 32 tahun lamanya. Gaya Presiden Soeharto
ditiru oleh penerusnya, Presiden SBY. Bahkan tak kalah fanatiknya, Presiden SBY
berucap,”America is my second country.”
Bagi Presiden SBY, Amerika adalah negara keduanya. Karena itu, jangan heran
bila Presiden tak berdaya dengan Lady Gaga, yang akan menjadikan generasi muda
negeri ini menjadi little monster- little
monster. Tidak ada sikap tegas pemerintah menolak atau bahkan mengusir monster-monster itu dari bumi pertiwi
ini. Presiden saja tidak sanggup apalagi menteri-menterinya.
Presiden lupa bahwa Hari Kebangkitan yang kita diperingati,
karena dulu para pendahulunya berjuang mengusir dan menolak segala bentuk
penjajahan, baik fisik maupun non-fisik. Presiden dan menteri-menterinya lupa
bahwa sejarah telah menunjukkan dengan jelas bahwa kebangkitan nasional sejatinya
lahir karena organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) bukan karena adanya Boedi
Oetomo (BO). Telah jelas bahwa SDI lahir 16 Oktober 1905, sedangkan BO 28 Mei
1908. SDI berawal dari dominasi pedagang-pedagang
nonpribumi yang menguasai perdagangan pribumi sehingga organisasi ini ingin
menghalau perdagangan yang tidak sehat itu. Pedagang pribumi menjadi korban
penguasaan para pedagang nonpribumi. Mereka terus bercokol dalam perdagangan
dan bersaing dengan para pedagang pribumi.
Sifat menasional Sarekat Islam juga
tampak dari penyebarannya yang menyentuh hingga kepelosok-pelosok desa. Tahun
1916, tercatat 181 cabang SI di seluruh Indonesia dengan tak kurang dari
700.000 orang tercatat sebagai anggotanya. Tahun 1919 melonjak drastis hingga
mencapai 2 juta orang. Sebuah angka yang fantastis kala itu. Sebaliknya, Boedi
Oetomo pada masa keemasannya saja hanya beranggotan tak lebih dari 10.000
orang. Pelaku dan penulis sejarah, KH Firdaus AN mengungkapkan “…Boedi Oetomo adalah organisasi sempit, lokal dan etnis, dimana
hanya orang Jawa dan Madura elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang Betawi
saja tidak boleh menjadi anggotanya.”
Sifat pelupa kemudian ditiru Prof. M.
Nuh, Menteri Pendidikan Nasional, beliau juga bilang bahwa Kebangkitan
Nasional lahir karena adanya Boedi Oetomo pada 1908 silam. Bila dengan sejarahnya sendiri saja lupa, bagaimana mau
bangkit? Bila ideologi Pancasila, seperti ideologi judul film Kanan Kiri OK, bagaimana mau bangkit? Oleh
karenanya tidak heran jika selama ini kita hanya merayakan peringatan semu
HARKITNAS selama 104 tahun lamanya. Kok bisa ya? J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar