Ketika Indonesia mendapatkan bonus demografi (Jawa Pos, 2 Mei 2012). Sepertinya, inilah alasan utama Mendikbud Muhammad Nuh berujar, "Tahun ini kami canangkan sebagai masa ‘menanam’ generasi emas tersebut. Dari 2012-2035, Indonesia mendapat bonus demografi, dimana jumlah penduduk usia produktif paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang tua" (http://www.mediaindonesia.com). Tema Bangkitnya Generasi Emas Indonesia menggaung di seantero negeri ini seiring dengan rencana besar Kemendikbud untuk menyiapkan generasi emas sebagai hadiah ulang tahun kemerdekaan RI pada tahun 2045 nanti.
Apakah bonus demografi itu? Disebutkan
dalam infopublik.kominfo.go.id bahwa periode
bonus demografi Indonesia berlangsung pada 2010-2035, di mana usia produktif
paling tinggi di antara usia anak-anak dan orang tua. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik 2011, jumlah penduduk Indonesia 2010 usia muda lebih banyak
dibandingkan dengan usia tua. Dalam data itu terlihat, jumlah anak kelompok
usia 0-9 tahun sebanyak 45,93 juta, sedangkan anak usia 10-19 tahun berjumlah
43,55 juta jiwa. Nanti pada 2045, mereka yang usia 0-9 tahun akan berusia 35-45
tahun, sedangkan yang usia 10-20 tahun berusia 45-54.
Untuk cita-cita itu semua, Bapak Menteri menyatakan
tahun ini sebagai Tahun Investasi
untuk menanam ‘generasi emas’ Indonesia. Berbagai langkah konkrit telah
dilakukan dan disiapkan untuk menyongsong HUT Kemerdekaan RI yang ke 100. Pemerintah
telah menyiapkan grand design
pendidikan untuk merealisasikan rencana besar yang diharapkan terwujud di tahun
2045. Yang ada di dalam grand design (politik.kompasiana.com) itu antara lain :
1.
Pendidikan anak usia dini digencarkan dengan gerakan
PAUD-isasi, peningkatan kualitas PAUD, dan pendidikan dasar berkualitas dan
merata.
2. Selain itu,
pembangunan sekolah/ruang kelas baru dan rehabilitasi bangunan tempat kegiatan
belajar mengajar yang sudah tak layak akan dilakukan secara besar-besaran.
3. Pada aspek
pelajarnya, Pemerintah akan mengupayakan intervensi khusus untuk meningkatkan
angka partisipasi kasar (APK) siswa SMA/sederajat. Pak Nuh menambahkankan bahwa
melalui upaya percepatan ini diharapkan APK SMA/sederajat dapat mencapai 97
persen pada 2020. Sementara bila tanpa intervensi persentase APK yang
sedemikian diperkirakan baru tercapai pada 2040.
4. Di sisi lain
peningkatan APK perguruan tinggi juga dilakukan dengan meningkatan akses,
memastikan keterjangkauan, dan memastikan ketersediaan.
5. Dan
lain-lain, yang tentunya lebih banyak lagi
Di lain hal, ada semacam
kekhawatiran Pak Menteri, bahwa bonus demografi ini selain bisa mendatangkan
berkah (demographic dividend), tentu bisa
juga mengakibatkan bencana (demographic
disaster). Bagai 2 sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Dua hal yang
telah menjadi sunnahtullah terjadi di
dunia ini. Ada baik ada buruk. Ada kesuksesan ada kegagalan. Ada hitam ada
putih. Tentu, menjadi sesuatu yang harus menjadi keyakinan/keimanan kita, bahwa
yang bisa mendatangkan berkah (demographic
dividend) atau menolak bencana (demographic
disaster) ini hanyalah Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah Swt). Manusia hanyalah
berhak berusaha dengan sekuat tenaga dan berdo’a sebanyak-banyaknya serta
tawakkal sekuat-kuatnya.
Sebagai negara yang menjadikan sila pertamanya adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa, sudah pasti, harus menyandarkan semua cita-cita,
harapan, rencana, grand design dan keinginan-keinginan yang lain hanyalah
kepada-Nya. Bukan kepada selain-Nya. Bila sandaran kita bukan Tuhan YME maka
saya pastikan segala cita-cita itu
hanyalah tebar pesona. Bukankah
dalam dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.”?
Jelas sekali tujuan akhir dari
pendidikan nasional kita adalah untuk mendekat, sedekat-dekatnya, kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Karena dengan mendekat, maka Tuhan akan cinta. Bila kita cinta
sama Tuhan, balasannya pasti Tuhan sayang dengan kita. Tidak mungkin bertepuk
sebelah tangan, karena Tuhan memang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dengan adanya
kedekatan dan rasa sayang itu pula, pada akhirnya cita-cita, keinginan dan segala
rencana kita, akan lebih mudah tergapai dan terlaksana. Dan pastinya
mendatangkan berkah (dividend) bukan
bencana (disaster).
Pertanyaannya sekarang, sudahkah Pemerintah
melalui Kemdikbud benar-benar telah mendekat untuk taat kepada Tuhan Yang Maha
Esa sebagai the last destination dalam proses pendidikan
nasional kita? Atau malah Pemerintah melalui Kemdikbud sedikit demi sedikit
telah menjauhkan generasi mudanya dari petunjuk dan tuntunan Tuhannya?
Mari kita lihat, beberapa hari yang
lalu, negeri ini mengimpor dengan senang hati ‘pendidikan dan kebudayaan asing’
yang telah menggetarkan dada generasi-generasi muda di kota-kota besar. Konser
Super Junior, konser Justin Bieber, konser Katty Perry, dan lain-lain (konser
Lady Gaga – artis porno dan pemuja setan bulan Juni mendatang akan hadir di
Jakarta), telah menggebrak Jakarta dan sekitarnya hingga beberapa kali konser.
Tergelitik kita untuk bertanya, siapakah penonton yang rela antri berjam-jam,
merogoh kocek jutaan rupiah, larut dalam histeria dunia hiburan, berfoya-foya bahkan
sampai pingsan demi sang artis impor itu? Lalu, berapakah usia mereka yang lagi
terhipnotis menikmati hiburan yang
sama sekali tidak mendidik ini? Dan siapakah orang-orang yang telah memberikan
ijin, fasilitas, dan kenyamanan kepada artis-artis impor ini (tentu kebanyakan
membawa budaya porno)? Ah.. pasti kita sangat mudah sekali menjawabnya,
penonton itu adalah generasi-generasi muda di negeri ini, usia mereka kebanyakan
antara 10 – 30 tahunan, dan orang-orang yang telah memberikan jalan masuk buat
para artis-artis ini tentunya adalah pemerintah.
Belum lagi pola tingkah artis-artis
dalam negeri, baik penyanyi, bintang film, bintang iklan, presenter
infotainment/berita, pelawak, maupun pejabat-pejabatnya. Mereka bisa tampil leluasa
dan tanpa rasa malu sedikitpun dengan dandanan dan pakaian yang ‘kurang kain’,
ketat membentuk lekuk tubuh, dan jelas-jelas pornoaksi. Belum lagi peredaran
VCD porno, hampir tidak pernah surut mengalir hingga ke saku HP anak-anak
sekolah dasar di negeri ini. Dimanakah Satgas Antipornoaksi dan Antipornografi
sebagai alat pemerintah. Sekali lagi, siapakah penikmat, pemirsa, pendengar,
dan pembelajar dari ‘pendidikan dan kebudayaan amoral’ seperti ini? Yah..mereka
adalah anak-anak kita, anak didik bangsa ini, generasi yang dikatakan oleh Pak
Menteri M. Nuh sebagai generasi emas, bonus demografi, generasi yang kelak
30-40 tahun lagi akan menggantikan pejabat-pejabat atau bos-bos yang saat ini
masih bercokol (Jawa Pos, 2 Mei 2012).
Kita, tentu, sangat sepakat sekali
dengan cita-cita luhur Pak Menteri M. Nuh bahwa generasi emas harus segera
disiapkan sekarang juga dengan berbagai macam cara yang memang diridloi,
disukai, dan disayangi Tuhan Yang Maha Esa. Jangankan grand design generasi emas ini untuk 2045, bila ditargetkan
tercapai pada tahun 2015 pun kita setuju. Dan pastinya kita akan dukung dengan sekuat
tenaga, usaha, harta dan bahkan nyawa sekalipun. Asalkan pemerintah benar-benar
care terhadap Tuhannya, care terhadap apa-apa yang telah
diperintahkan dan yang telah dilarang-Nya. Pemerintah pun harus serius mengajak
dan menjaga semua warga negaranya agar senantiasa mendekat kepada Tuhan untuk
taat. Tidak malah sebaliknya.
Dengan mendekat dan taat, visi Bangkitnya Generasi Emas 2045 akan
benar-benar menjadi sebuah cita-cita
bukan tebar pesona. Niat untuk
menggapai cita-cita tentu tidak sama dengan niat untuk mendapatkan pesona. Karena
menghunjamkan cita-cita dalam dada pasti dilandasi karena Tuhan serta keinginan
luhur yang layak untuk didukung dan diperjuangkan dalam tempo sesingkat-singkatnya.
Hal-hal yang mengenai penunjang program-program dalam grand design dan lain-lain akan diselenggarakan cara seksama dan bijaksana
sesuai aturan Tuhannya J. Sedangkan niat
menebarkan pesona sudah pasti ditujukan karena ingin pujian, sanjungan, tepuk
tangan dan balasan manusia. Dan Tuhan kita tidak mau diduakan dalam niat,
bahkan melarang hamba-hambanya tidak ikhlas dalam beramal.
Apalah artinya pujian/sanjungan yang
tinggi dari manusia bila harus mendurhakai dan melanggar aturan Tuhannya? Apa manfaatnya
balasan melimpah ruah dari manusia bila Tuhan sendiri tidak menerima amal
ibadah, kerja keras dan do’a kita selama di dunia? Apa juga artinya menyiapkan
Generasi Emas 2045 bila ternyata generasi emasnya sekarang ini, di tiap desah
nafasnya ‘menghirup udara pendidikan dan kebudayaan’ yang dengan jelas-jelas
dibenci oleh Tuhan? Akhirnya penulis mengucapkan selamat Hardiknas (lewat 1
hari), selamat meretas cita-cita sembari merengkuhnya dengan cara-cara yang
telah dituntunkan dan ditontonkan oleh Tuhan kita, bukan tebar pesona. (Pasuruan, 03 Mei 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar