Selasa, 08 November 2011

ibu dan jarumku



Ngomong-ngomong masalah kisah atau cerita tentang ibu tercinta, aku teringat dengan suatu peristiwa dimana pada waktu itu aku duduk di bangku sekolah dasar kelas 6 SD. Waktu itu menjelang Ujuan Nasional (Ujian yang sangat menegangkan bagiku). Pada waktu itu tepatnya hari jum’at (lupa tanggalnya hehe...), hari itu bertepatan 3 Hari sebelum ujian Nasional, Sekolah mengadakan istighosah bersama beserta wali murid, waktu itu ibuku yang datang ke sekolah untuk ikut istighosah. Kami semua berdo’a untuk kelulusan dan kesuksesan kami (hmm, jadi terharu). Setelah istighosah aku pulang ke rumah bersama ibuku, kita jalan kaki bersama (jarak dari sekolah ke rumah tidak begitu jauh). Setelah sampai di rumah, Ibuku membukakan pintu untuk kami, karena aku merasa gerah, kulepas bajuku (kacing yang lepas, kuganti dengan jarum pentul). Setelah itu secara reflek kugigit jarum pentul itu (kebiasaan siChhh....) dan saat itu pula ibuku mengajakku berbicara dan akhirnya aku tidak sengaja menelan jarum itu (hah...ya Allah jarum pentul itu kutelan....sakit, bingung,takut, tidak karuan rasanya,...). Aku langsung memberi tahu ibuku, dan ibuku langsung bingung dan panik setelah tahu aku menelan jarum itu. Aku gak tahu harus gimana, mau kukeluarin dari mulut gak bisa, aku cuma bisa menangis dan memeluk ibuku erat-erat (hmmm...aku takut bangeet waktu itu...). Aku makan makanan yang ada di rumah waktu itu sebanyak-banyaknya (berharap jarum itu bisa langsung ketelan dan melewati perut ku..). Sambil menangis aku makan nasi, dll.
Setelah itu, aku di jemput teman-teman, karena mau membeli kado untuk guru kami (karena keesokan harinya adalah hari ulang tahun guru kami), teman-temanku belum tahu tentang musibah yang menimpaku tadi. Sepulang dari membeli kado, ternyata aku sudah di tunggu oleh keluargaku karena ibu cerita tentang kejadian yang menimpa tadi, mereka semua panik dan khawatir dengan keadaanku, terutama ibu, beliau sangat sedih. (aku tidak tega melihatnya, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, hanya rasa takut yang melanda kuwaktu itu). Aku hanya bisa meyakinkan mereka kalau aku baik-baik saja meskipun tenggorokan sakit rasanya. Keesokan harinya aku tetap sekolah seperti biasa, seakan-akan tidak ada apa-apa. Akuberusaha melupakan kejadian kemarin, hari ini adalah hari ulang tahun guru kami, kami sepakat untuk merayakannya di kelas, acara kami sukses (seneng bangetzz rasanya...) Setelah pulang sekolah aku melihat kekhawatiran kembali ada pada raut wajah ibuku, beliau sangat mencemaskan keadaanku. Beliau menangis ketika melihatku merintih kesakitan. Aku sangat terharu dengan kasih sayang beliau, beliau sangat sabar dalam merawatku (terima kasih ibu). Secara tidak sengaja AKU mendengar beliau berdo’a setelah selesai sholat, ”Duh Gusti.....Panjenengan paringi waras yugo kulo Gusti....” (dalam bahasa Jawa) sampai-sampai beliau menangis. Keesokan harinya, aku di ajak ke tempat praktek seorang dokter spesialis THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan), eh...ternyata dokternya tidak ada. Padahal keesokan harinya adalah hari pertama aku Ujian Nasional.
Akhirnya terpaksa aku tidak mengikuti UN hari pertama, karena kuharus ke rumah sakit sampai-sampai aku di jemput oleh guruku untuk ikut UN (dikira aku gak ikut UN, kenapa kok tidak datang-datang juga ke sekolah?) Aku berpamitan pada guru-guruku di SD (sampai-sampai kumenangis karenan terharu...). Sesampainya di rumah sakit, aku langsung ke UGD bersama kakak dan ibu. Ibuku menunggu di ruang tunggu dengan menangis karena cemas dengan keadaanku (Aku sendiri gak tega banget melihat beliau). hmmm......setelah itu AKU di rongsen(yang kayak foto itu lho..) Hasil rongsengan menunjukkan tenggorokan AKU, di situ ada seperti 1 titik putih di tenggorokan AKU, Dokternya bilang kemungkinan titik itu adalah ujung dari jarum tersebut,ibu AKU makin cemas dan sedih melihat hasil rongsengan itu.
Aku semakin sedih dan takut mekihat hasil pemeriksaan tersebut, kutakut kalau harus operasi sementara biaya untuk itu semua tentu saja tidak murah (padahal kakakku yang besar mau menikah, kakakku yang satunya lagi mau ngelanjutin ke SLTA, dan aku sendiri juga mau ngelanjutin ke SMP). Begitu banyak sudah biaya orang tuaku, aku hanya bisa berdo’a, “semoga ada mukjizat mu ya Allah”. Sampai akhirnya setelah beberapa hari minum obat resep dari rumah sakit kemarin berangsur-angsur rasa sakit di tenggorokanku itu hilang. Semua keluargaku gembira mendengar berita ini. Terima kasih yaa....Allah... Terima kasih Ibu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Recent Comments

Introduction

Recent Posts

Pages