Senin, 14 Mei 2012


KETULUSAN YANG (TIDAK) TERKAMUFLASE

***iklan cerita***
KETULUSAN YANG (TIDAK) TERKAMUFLASE; adalah judul saya dari edisi on air “life inspiration” yang ke 68, hari ini, Selasa, 05 Juli 2011. Seperti biasa dari jam 5.00 sampai jam 6.00, di radio Ramapati 93,00 fm Pemkot Pasuruan. Dan saya sekarang kembali ditemani oleh moderator ‘langit’, yaitu Gus Nadeem Porter Pasar Induk. Selamat membaca…!!!


***langsung ke tema***
Alhamdulillah, sudah hampir setahun setengah (18 bulan = 540 hari) lamanya, penulis menjadi salah satu pengisi tetap acara di radio ini. Ada seseorang yang paling membuat penulis berkesan dan merasa berhutang budi banget kepadanya. Yah…karena atas jasa beliau yang dengan sangat setia menyambut dan melayani, penulis akhirnya bisa tetap eksis menebarkan energi-energi positifnya di tengah-tengah masyarakat Kota Pasuruan dan sekitarnya.
Beliau telah dengan sangat sabar menunggu kedatangan penulis untuk mengisi acara ini dan sekaligus ‘mengisi’ hati beliau. (karena kata moderator, diam-diam beliau nge-fans lho sama acara ini…alhamdulillah). Berbagai pengalaman hidup pun akhirnya mengalir, mengiringi pertemanan penulis dengan beliaunya.
Sering sekali beliau sudah siap sedia di pintu menyambut penulis dengan senyum merekah. Seragamnya yang  khas ‘santri’ Kota Pasuruan menutupi usia beliau yang sudah setengah abad lebih. Dan itu berarti perangkat keras dan perangkat lunak di studio untuk on air sudah siap ‘take off’ (baca: dipake). Ahh..penulis gak bisa memberi banyak sesuatu kepada beliau, tapi hanya bisa ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.
Namun ada juga kisah lucunya, yaitu saat terkadang penulis lihat dari luar pintu yang masih terkunci rapat, beliau masih lagi nyenyak tidur beralas tikar (hmmm…hari gini, tidurnya masih seperti se-abad yang lalu…subhanallah), tidur nyaman dengan satu bantal, disampingnya ada segelas kopi yang terlihat sudah kering, asbak tempat rokok, dan tas kesayangan beliau yang setia menemani.
Tak lupa berselimut sarung kumal yang selalu melindungi sekujur badannya yang kurus. Dan tidurnya pun di ruang dalam, pas di tengah-tengah pintu masuk radio. Jadi sangat kelihatan jelas dari luar. Dan ketika penulis bangunkan, beliau langsung terlihat tergopo-gopoh bangun, lalu merapikan peraduan sederhananya dan membuka pintu untuk penulis. (Hehehe…maaf ya..jadi ganggu mimpinya…).
Beliau dikenal luas di seantero jagat Kota-Kabupaten Pasuruan dengan panggilan K A K E K. Entah nama aslinya siapa, penulis juga belum tahu. Selain sebagai staff penjaga malam di radio, ternyata beliau juga seorang penyiar ‘kawakan’ (baca: professional). Hal ini dibuktikan dengan banyaknya fans pendengar beliau yang masuk ketika beliaunya siaran di radio swasta lain.
Kisah di atas adalah pengalaman penulis langsung dari hari ke hari, minggu ke minggu dan bulan ke bulan. Dan sekali lagi hari ini sudah berjalan setahun setengah. Akhirnya penulis dibuat berkesan sekaligus kagum kepada kakek.
Bagaimana tidak kagum, jika ternyata tidak pernah sekalipun kakek mengeluh kepada penulis atas kedatangan penulis di pagi-pagi buta. Bagaimana tidak kagum, jika untuk acara-acara yang bermanfaat banget seperti ini, ternyata gaji kakek hanya Rp. 150 ribu per bulan. (sekaligus upah jaga malam di studio..hmm..masya Allah..)
Bagaimana tidak kagum, jika ternyata dengan gaji sekecil itu, kakek tidak pernah meminta-minta ke penulis ‘ceperan/tips’ untuk membuka pintu di pagi hari. Bagaimana tidak kagum, jika untuk menjaga keutuhan gedung radio itu, ternyata kakek tidur layaknya pengemis jalanan.
Sekali lagi pengalaman penulis ini telah berjalan satu tahun setengah, padahal kakek telah bekerja semenjak radio ini ada puluhan tahun yang lalu.
Aneh ya… meski itu semua tidak terpikirkan, namun kakek tetap saja amanah  dan istiqomah dalam pekerjaannya. Anehhh banget, besar jasanya tapi kecil rewardnya..(eh..aneh atau sudah biasa ya? Kayaknya sudah biasa sich…hehehe..lucunya negeriku).
Subhanallah…saat ini penulis dengan sangat jelas diberikan contoh nyata akan makna sebenarnya dari kata KETULUSAN. Yapz..Ketulusan yang benar-benar “pure” (baca: asli) tidak sintetis (baca: palsu). Ketulusan sepenuh hati yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang tidak terlalu me-NOMOR SATU-kan argument, opini, penghargaan, reward, balasan duniawi ataupun pujian dari sesama untuk mempraktekkannya. Mereka bagaikan cahaya lampu yang dengan tulus ikhlas menerangi ruang sekitarnya. Semakin tulus semakin terang cahayanya, semakin luas pula manfaatnya. Orang yang selalu mengutamakan ketulus-ikhlasan dalam setiap amal perbuatannya, pasti akan memiliki banyak teman. Pasti banyak yang admiring (baca: mengagumi). (Bagi yang bener-bener tahu sich dan bisa membedakan mana ketulusan pure mana yang sintetis).
Dan perlu diketahui bahwa ketulusan itu tidak berbanding lurus dengan balasan harta. Yang ada justru, ketulusan itu ‘dihargai’ sangat murah oleh sesama manusia, yang dipandang sebelah mata atas perannya yang sebenarnya amat sangat luar biasa. Akan tetapi, bagi orang-orang beriman, ketulusan itu pasti ‘dihargai’ sangat mahal oleh Allah Swt.
            Penulis jadi ingat benar, bagaimana Rasulullah Saw sendiri mempraktekkan nilai ketulusan ini dengan sangat sempurna. Begini kisahnya; Rasulullah Saw mempunyai kebiasaan di luar orang-orang ‘normal’, yaitu menyuapi makanan untuk seorang Yahudi (jelas bukan muslim) buta di pasar tiap pagi hari. Padahal dengan jelas, yang dilakukan sehari-hari oleh si buta ini, hanyalah mencaci maki – menghina – menuduh – memfitnah Rasulullah Saw. Namun ternyata Rasulullah Saw tidak marah, justru sebaliknya, setiap pagi hari Beliau membawakan makanan untuk dia, makanan dan susu.
Makanan yang mau diberikan, dikunyah hingga halus dulu dengan mulut Beliau, baru kemudian disuapin pada si Yahudi buta itu. Subhanallah….kebiasaan yang tidak biasa ini, dilakukan Rasulullah Saw berhari-hari dengan istiqomah hingga Beliau wafat. Hmmm… betapa luar biasanya tingkat ketulusan yang dipraktekkan secara nyata oleh Rasulullah Saw. Ketulusan sepenuh hati…
            Ketulusan yang asli-murni, tidak palsu, tidak berharap pujian dari manusia, publikasi besar-besaran di berbagai media, popularitas atau imbalan suara pemilih, dan lain sebagainya. Inilah ketulusan yang sebenar-benarnya, yaitu sebuah amal perbuatan baik yang dilakukan sepenuh hati, ikhlas hanya karena Allah Swt (bukan yang lain) dan cara yang dipraktekkan benar sesuai perintah Allah dan Rasul-Nya.
            Namun sayangnya…arti, makna dan praktek ketulusan di atas, sekarang ini seakan-akan tidak membekas di hati kebanyakan umat Islam sendiri. Samar-samar dan semakin tidak kelihatan esensi dari makna kata ketulusan sesungguhnya. Ketulusan itu sudah “terkamuflase”.
Silakan perhatikan sendiri baik di media cetak maupun elektronik…betapa banyak publikasi, iklan, promosi, tebar pesona (baca: narsis) yang membangga-banggakan berbagai macam kebaikan-kebaikan yang telah mereka kerjakan. Apalagi, bila pemberitaan itu berkaitan dengan berbagai macam kepentingan-kepentingan politik, ekonomi, budaya, dan lain-lain. Narsis…habissss…
Di satu sisi mereka menunjukkan kebaikan mereka kepada masyarakat luas, tetapi disisi yang lain mereka merampok uang rakyat, mengkorupsi pajak, merusak alam demi kepentingan pribadi, dan sebagainya. Ironis… ketika ketulusan hanyalah sebuah pemanis buatan.. :(
Apalagi ketika bulan Ramadhan yang sebentar lagi hadir di tengah-tengah kita. Kita akan bisa lebih jelas lagi menyaksikan, bagaimana para artis-artis berbondong-bondong menjadi sosok yang yang taat (meski hanya sesaat) hanya karena tuntutan produser dan menghormati masyarakat yang lagi berpuasa, namun setelah keluar bulan mulia ini, kembali ke perilaku sebelumnya.
Kemudian, bagaimana banyak para pejabat akan berlomba-lomba mengundang anak-anak yatim/miskin ke rumah dinasnya, hanya karena ingin dikatakan sebagai pejabat peduli rakyat, namun setelah itu kebijakannya tidak pro-rakyat.
Lalu, bagaimana juga dengan orang-orang kaya mulai memanggil-manggil orang-orang miskin ke rumahnya, untuk berbagi-bagi angpao, sampai harus berdesak-desakan dan meregang nyawa, padahal seharusnya yang bersedekahlah yang menghampiri orang-orang yang mau disedekahi.
Hmmm…bener-bener ketulusan yang terkamuflase.

*Pasuruan, 06 Juli 2011. Dipersembahkan buat seseorangdh yang mulai berproses untuk menjadi dirinya yang baru dan menjadi  pembicara hebat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Recent Comments

Introduction

Recent Posts

Pages